Perbandingan kuliah di kampus swasta dan negeri

Perbandingan kuliah di kampus swasta dan negeri


Saya ingin menceritakan pengalaman saya kuliah di kampus swasta selama setahun dan kemudian memutuskan untuk pindah ke kampus dengan label milik pemerintah. Sebelumnya saya kuliah di salah satu kampus swasta yang ada di jogja. Kampusnya nggak mentereng mentereng banget tapi di tempat itu saya merasa lebihnyaman.
Beberapa hal yang membuat saya menyesal pindah kampus dari kampus swasta ke kampus dengan label negeri salah satunya adalah dari segi kenyamanan. Sejujurnya kuliah di kampus swasta itu jauh lebih nyaman daripada kampus negeri. Dari segi pelayanan pihak kampus ke mahasiswa di kampus swasta lebih terlayani dengan baik. Cukup sebanding dengan biaya kuliah yang dikeluarkan dengan pelayanannya. Pihak birokrat kampus cukup ramah dan kooperatif bisa membuat mahasiswa menjadi tidak malas berurusan dengan pihak birokrat kampus.
Kondisi lingkungan di kampus swasta itu sangat ideal untuk membuatmu cepat lulus.
Di kampus swasta cenderung memiliki tingkat kebebasan yang lebih tinggi, lebih fleksibel. Mahasiswa tidak terlalu dituntut ini itu, tidak diwajibkan ini itu. Kuliah jadi tidak terbebani bisa menjalani kulia dengan enjoy. Untuk urusan nilai, meski banyak dosen killernya tapi nilainya ga jelek-jelek banget asalkan bisa mengikuti dan menyesuaikan prosedur yang ada. Di kampus ku dulu jika nilainya jelek bisa mengambil perbaikan ya semacam semester pendek buat remedial, jadi nggak perlu khawatir dengan nilai jelek. Asalkan mau sedikit mengorbankan waktu lbur semester buat mengikuti remedial.
Masalah pendanaan, beasiswa dan segala macam yang berhubungan dengan uang, di kampus swasta memiliki birokrasi yang lebih singkat dan lebih mudah di urus daripada di kampus negeri. Jika kamu memiliki event yang berhubungan dengan kampus terus ingin mengajukan bantuan dana ke kampus, kampus swasta lebih melayani dengan baik. Besaran uang yang dikeluarkan kampus pun lebih besar daripada uang yang diberikan kampus negeri. Untuk beasiswa, di kampus swasta memang agak sedikit langka, tapi jika kamu ingin kuliah gratis sepenuhnya di kampus swasta rajin rajin saja maen ke kampus. Jika prestasimu cukup baik kampus akan membiayai kuliahmu full sampe lulus.
Jika cukup jeli menghitung-hitung, kuliah di kampus swasta itu lebih murah daripada kuliah di kampus negeri. Di kampus negeri umumnya menggunakan system ukt, dengan besaran biaya yang sama sampai lulus nanti. Sedangkan di kampus swasta pembayaran uang kuliah ditentukan berdasarkan jumlah sks yang di ambil. Jika kamu ambil sks sedikit uang kulaihnya lebih sedikit, kalau di kampus negeri mau ambil banyak ataupun sedikit sama aja bayar kuliahnya. System ukt sebenarnya cukup merugikan untuk mahasiswa tingkat akhir yang ambil sksnya dikit. Yang membuat kesan kuliah di kampus swasta mahal adalah pembayaran uang pembangunan, entah apapun itu namanya uang pembangunan ini biasanya dibayarkan pas awal-awal masuk. Jumlahnya memang tidak sedikit, tapi jika dibandingkan dengan kampus negeri, bagi mahasiswa masuk dengan jalur ujian mandiri pasti mengalami system seperti ini. Ketika awal masuk harus membayar uang pembangunan yang jumlahnya lebih mahal daripada kampus swasta, terus untuk pembayaran ukt juga di batasi, minimal golongan tertentu. Kalau ditinjau dari segi biaya, daripada masuk kampus negeri lewat jalur ujian mandiri lebih baik masuk kampus swasta saja.


Resonansi Alam

Sejujurnya aku sangat lelah, tapi aku tak juga tertidur. Diluar sedang gerimis dan membawa kabut ke Tembalang. Kabut putih yang terlihat abu-abu bergerak perlahan mengikuti angin membawa hawa dingin menyusup melalui langit-langit jendela. Membuat resonansi alam yang membuka kenangan masalalu, mengingatkan kapan terakhir kali aku tak bisa tidur meski aku sangat letih.

Waktu itu, yang kulihat hanyalah kabut putih yang membawa embun. Terbawa oleh angin gunung yang berhembus dari lembah. Menabrak pohon-pohon edelweiss dan tendaku. Meninggalkan embun yang membasahi lengit-langitnya. Suara kentut disusul dengan suara tawa cekikikan dari tenda sebelah beradu dengan suara angin gunung yang terus menderu dari tadi senja. Mereka yang didalam tenda itu terdengar bahagia meski aku tau sebenarnya mereka tersiksa.

Di tenda ini hanya aku yang belum tidur, aku tau tubuhku sudah merintih memintaku untuk mengistirahatkannya. Hanya saja aku tak ingin malam seperti ini berlalu begitu saja, aku tak tau apakah aku bisa berada di tempat seperti ini suatu hari nanti atau mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.

Awalnya aku berharap malam ini akan dipenuhi dengan bintang, tapi sayang aku tak bisa menghalau badai yang datang. Ekspektasiku terlalu tinggi, tapi aku tak boleh berkecil hati. Aku sudah berada disini, Entah kenapa aku sempat ingin berada di tempat ini, padahal perjalanan ke tempat ini tak menjanjikan kebahagiaan. Sejauh ini aku hanya merasakan kelaparan dan kedinginan.

Tak terasa sudah pagi, tepat 2 hari aku tak tidur, begitu juga mandi. Kuabaikan tidurku karena tugas kuliah, begitu juga mandi. Jorok? hah, kau hanya tak mengerti. Jika sampai kau lupa dengan tidur dan mandi mu, aku tau betapa sibuknya dirimu.

Sinar jingga mulai terlihat dari kaki langit timur, aku beruntung bisa melihatnya meski tak lama. Kabut kembali datang menghalangi matahari yang ingin menampakkan diri, merubah semuanya menjadi abu-abu. 
"Selamat pagi..." satu persatu mulai kembali dari mimpinya. Pagi ini puncak tak lagi menjadi prioritas, sepertinya mereka masih sama seperti beberapa bulan sebelumnya. Kenyataan tak seperti angan. Akupun tak tau aku harus kembali ke basecamp atau meneruskan perjalanan yang sudah setengah jalan. Tapi aku tau aku harus sarapan jika tak ingin mati kelaparan dan kedinginan.

Untungnya kali ini aku tak perlu memasak sarapan sendiri, Kawan baru dai Jogja sudah bersiap memasak sarapan dengan menu yang entah apa. Aroma kopi dan nasi, uh aku sudah lapar sekali. Meski dia wanita, tapi tak seperti dugaanku. Masakannya rasanya tak jauh beda dengan masakanku. Oh ekspektasiku terlalu tinggi. Dia bilang, makas di gunung tak seperti yang dia bayangkan, ternyata sedikit lebih sudah tak seperti masak di kosan. Ternyata dia juga punya ekspektasi tinggi. 

Nasi putih hangat, tempe goreng, sosis goreng, sayur yang katanya sop, dan sambal terasi menjadi menu sarapan kami. Menu yang biasa saja, tapi terasa spesial. Jauh lebih baik daripada mie instan. Tapi kali ini realita berhasil mengalahkan ekspektasi. Meski sederhana menu sarapan ini adalah menu paling enak yang pernah ku makan selama pendakian. Mungkin karena aku lapar? oh aku tak mau beralasan lagi. Aku tersadar ternyata kenikmatan, kenyamanan, dan kebahagiaan ternyata hanya masalah waktu. Sesuatu yang terlihat menyiksa ternyata tak sepenuhnya seperti itu, semua bisa terasa nikmat juka kau tau bagaimana cara menikmatinya.

ini sarapan kami

Pagi ini, meski sebenarnya kami menyimpan kekecewaan karena ekspektasi yang terlalu tinggi, tapi kami masih bisa tertawa. Harapan yang terwujud ternyata bukanlah satu-satunya cara untuk merasa bahagia. Tetap bersama meski terlihat sengsara ternyata bisa juga membuatmu bahagia. Mungkin sudut pandang ini yang digunakan oleh orang jawa. "Mangan ra mangan sing penting kumpul", makan enggak makan yang penting kumpul. Kebersamaan itu membahagiakan meski dalam kesederhanaan.

Ada banyak cara untuk bahagia, salah satunya dengan saling menjaga dan tetap bersama

Hidden Exploler

Hey, sudah lama kamu tidak mendengar cerita tentangku bukan?
Sebenarnya aku ingin menceritakan banyak hal kepadamu, tapi terlalu sering bercerita denganmu pasti akan membuatmu bosan.
Ada banyak hal yang kamu lewatkan tentangku, tapi aku tak tau apakah kau ingin tahu tentang hal itu? Tapi sampai saat ini kamu lah temanku yang paling banyak tahu tentang aku.

Suatu hari nanti aku ingin mengajakmu menjelajah bumi ini, menikmati senja, menyentuh kabut, atau menghirup wangi edelweiss. Tapi sayang, sampai saat ini aku masih belum bisa melakukan itu. Aku terlalu sibuk menikmati semua itu bersama teman-temanku, aku tahu kamu terlalu sibuk untuk hal semacam itu.

Diantara kisah yang kami tulis di sosial media, ada sisi kehampaan diantara kami. Kami sama sama terjebak pada situasi bahagia bersama orang-orang yang ingin kami ajak tertawa bersama. Foto-foto dan cerita itu sebenarnya hanyalah kepalsuan untuk menutupi kehampaan kami. Hanya topeng yang kami kenakan untuk mengatakan bahwa kami seolah-olah bahagia meski tidak bersama orang yang ingin kami ajak berbahagia bersama. Dibalik foto-foto dan cerita itu terselip sebuah sandi yang berarti "Kapan kita membuat cerita seperti ini?".

Kadang kami merasa iri dengan orang-orang disekitar kami. Mereka sungguh beruntung bisa membuat kisah bersama dengan orang yang mereka harapkan. Tapi mungkin seperti itu lah sedikit gambaran tentang hidup ini. Kadang apa yang  kita inginkan tidak selalu kita dapatkan. Apa yang kita butuhkan telah Tuhan persiapkan. Meski mereka bukan orang-orang yang aku harapkan tapi jika dipikir merekalah orang yang aku butuhkan. Setidaknya merekalah orang yang bisa ku ajak berlari ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Karena mereka lah aku tak terjebak dalam kemonotonan yang menjemukan, bersamanya aku bisa melupakan harapan yang tak sesuai dengan kenyataan dan berkorban untuk sesuatu yang sebenarnya bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Meski pada awal kisah mereka hanyalah pelarian dan pelampiasanku, tapi di tengah cerita aku dan mereka menjadi tokoh utama.



Untukmu Yang Sebentar Lagi Wisuda

Untukmu Yang Sebentar Lagi Wisuda

Hey, di akhir masa mahasiswamu aku tak ingin banyak bertemu denganmu atau sekedar berinteraksi denganmu. Aku ingin kamu fokus untuk menyelesaikan studimu, kehadiranku aku yakin akan membuat konsentrasimu buyar. Kamu akan terbebani memikirkan yang harusnya tak kamu pikirkan.

Maaf aku melarikan diri, mengasingkan diri, masuk kedalam duniaku lebih dalam. menjelajah rimba yang belum terjamah. Aku ingin menyibukkan diri untuk tidak memikirkanmu dan mengharapkanmu.  Terlalu sering menyapamu membuat harapku semakin besar akan mimpi tentangmu. Bemimpi tentangmu itu menyenangkan, tapi melenakan. Terlena akan rival-rivalku yang ternyata semakin kuat sedangkan aku semakin melemah. Pecundang memang akan selalu fokus pada rivalnya tetapi pemenang akan fokus dengan jalan di depannya. Tapi sayang ini bukan perlombaan, jadi aku bukan pecundang.

Saat ini aku masih mahasiswa yang tenggelam dalam dunianya, tak sebanding jika di adu dengan rivalku yang sudah bekerja. Jauh lebih siap dengan segala kemapanannya. Ketika aku hanya masih bisa membahagiakan orangtuaku dengan nilai akademikku, rivalku sudah bisa membahagiakan orang tuanya dengan hasil keringatnya. Untuk bersamamu dalam keseriusan IP takkan bisa diandalkan.

Aku tak tau apa yang akan terjadi denganku jika ditengah skripsiku kudapati undangan darimu dan darinya. Dia pernah bercerita tentang impiannya denganmu, kuhargai keputusannya untuk tidak mempermainkan perasaanmu. Tak sampai hati aku menghalang-halangi jalannya untuk niat mulianya itu. Kan ku sempatkan waktuku untuk menyaksikanmu menjadi ratu, tak usah kau memikirkanku, aku akan menyesuiakan diri diantara hadirin yang berbahagia.
Katu tau, berhari-hari setelah kudengar cerita itu  teidurku tak semudah seperti sebelum aku mendengar kisah tentang mimpinya itu. Aku bukan pangeran dengan kudanya, bukan manusia berdasi dengan sepatu mengkilapnya. Aku juga tak tau apakah sepatu berdebu dan helm proyekku sanggup meyakinkan orangtuamu.



Enam tahun memimpikanmu akan segera berakhir. Aku akan segera terbangun, sendiri atau denganmu.Karenamu aku tak ragu untuk menuliskan impianku, karenamu aku tak takut untuk menulis ulang semua mimpiku.
Kenangan SMA - Pertamakali Punya Pacar.

Kenangan SMA - Pertamakali Punya Pacar.

 Setelah satu semester penuh jenuh dengan kemonotonan akhirnya aku menemukan sesuatu dan seseorang yang menjadi penyemangat untuk berangkat ke sekolah. Semenjak itu bangun pagi dan pulang maghrib tidak terasa melelahkan. Kalo dipikir-pikir hebat juga waktu itu bisa bangun sebelum subuh tanpa alarm dan sampe rumah menjelang isya tanpa ngeluh, kecapekan, dan apalagi bosan.
Padahal ketika awal-awal masuk SMA susah banget bangun pagi tanpa alarm, kalo udah bangun juga nggak langsung siap-siap buat ke sekolah. Tapi malah mager-mageran dulu, nonton tv dulu, kalau udah mepet jam 6 baru buru-buru berangkat ngejar angkot makanya sering banget telat ke sekolah. Padahal waktu buat mager-mageran dan nonton tv cukup buat prepare jadi berangkatnya nggak buru-buru dan nggak bakalan ada cerita telat ke sekolah gara-gara gaada angkot.

Kalau menurutku hanya ada dua alasan kenapa seorang pria bisa tiba-tiba berubah, pertama karena ambisi dengan impiannya dan yang kedua karena cinta yang bersemayam didalam hatinya. Kalau aku berubah karena alasan yang kedua.
Semua berubah ketika akhir semester 1. Semester 1 ku nilainya ancur, bisa dibilang raport terburuk sepanjang sejarah hidupku dan akupun semakin terpuruk. Tapi diantara keterpurukan yang menenggelamkan datanglah sosok yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan dan perlahan mulai menata diri.
Entah kenapa waktu itu dia mau peduli kepadaku, padahal kalau dipikir tidak akan ada untungnya bagi dia yang seorang bintang kelas. Rankingnya tidak akan naik karena membantuku, tapi yang ada justru nilainya jatuh gara-gara mendekatiku. Akupun bertanya-tanya yang akhirnya menimbulkan interaksi yang cukup intensif.

Ada pepatah jawa yang mengatakan “tresno jalaran soko kulino”, itu benar adanya dan aku sudah merasakannya sendiri. Yang awalnya biasa saja dengan nama Dinda lama-lama ada sesuatu yang berbeda dengan nama itu. Dan akupun merasa dia lah sang “kopi pagi” yang kucari selama ini.
Jika dilihat secara fisik dari jaman awal masuk sampai akhir semester 1 tidak terlalu menarik. Dia tiba-tiba berubah menjadi begitu menawan begitu masuk semester 2, memang benar ketika sedang jatuh cinta dengan seseorang dia akan terlihat sempurna. Sempurna dengan taring gingsulnya, pipi chubby dengan lesung pipinya, dan kalau sedang senyum aduhai manisnya. Lebay? Namanya juga sedang jatuh cinta.

Pada waktu itu aku masih asing dengan namanya cinta, selama SMP nggak pernah pacaran padahal meski badanku kecil tapi banyak temen sekelas yang tertarik. Memang kalau dibandingkan dengan aku waktu SMA, ketika SMP jauh lebih ganteng, putih bersih tanpa jerawat, bintang kelas pula. Baru masuk SMA aja tiba tiba jadi suram. Meski dulu banyak yang suka bahkan pernah ditembak duluan, aku merasa nggak ada yang menarik sama yang namanya wanita, semuanya biasa aja. Banyak temen yang pacar pacaran tapi tetep aja tidak menarik untuk ikutan. Harap maklum kalau terlambat puber, soalnya jika dilihat dari umur, umurku masih sama seperti anak kelas 6 SD padahal udah kelas 3 SMP.

Setelah mengenal cinta-cintaan dan semenjak kehadiran dia, aku menjadi sangat rajin, mungkin sampe kelewat rajin. Tiap ulangan selalu dapat nilai sempurna atau mendekati sempurna kecuali dalam matematika dan fisika. Mulai dipandang oleh guru dan disegani oleh teman-teman, karena cinta kualitas hidupku meningkat drastis.

Sampailah pada ujian tengah semester, memanfaatkan momentum aku bilang ke ibuku kalau nilai UTS ku ada yang 100 aku akan diijinkan buat bawa motor ke sekolah. Jadi tambah semangat ke sekolah dan tambah semangat buat belajar. Tiap malem belajar, ngerjain PR, dan tentu saja sambal smsan sama Dinda. Saling nyemangatin kalo lagi bosen, saling ngingetin tugas, bantu bikin PR sampe saling tuker buku catatan juga.

Saat nilai UTS keluar, aku dapet 100 untuk biologi dan Komputer. Akhirnya dapet ijin buat bawa motor ke sekolah meski belum punya SIM. Eit, belum punya sim tapi jangan dikira nggak jago naik motor, aku jauh lebih jago bawa motor daripada kakak sepupuku yang udah lolos ujian SIM. Nggak Cuma itu, aku juga bisa bawa berbagai jenis motor, mulai dari motor matik, bebek, motor yang pake kopling, vespa, juga motor roda tiga. Ngerti juga permasalahan-permasalahan tentang motor yang biasa aku pake, mulai dari cara setel rantai, merawat rantai, bersihin busi, sting karburator, atur tekanan angin, benerin lampu yang mati, sampai ganti oli. Jadi meski secara legal belum diijinkan bawa motor di jalan, tapi bisa dibilang aku sudah siap untuk bawa motor sendiri di jalan.
Apakah kamu berfikir aku minta ijin bawa motor biar bisa buat jalan bareng dinda?, jika iya dugaanmu salah. Aku minta ijin buat bawa motor karena lama-lama angkot yang ada tidak lagi bisa diandalkan. Datang sering diluar kebiasaan, akiibatnya pernah nggak dapet angkot buat pulang kerumah.

Jika kamu berfikir aku terlalu lebay gara-gara nggak dapet angkot dan berasumsi nggak dapet angkot kan bisa minta jemput. Kalian belum mengerti kalau jarak antara rumah ke sekolah kurang lebih 20 km. kalau mita jemput bisa sampe 1 jam kemudian baru sampe, bisa-bisa jam 9 malem baru sampe rumah. Belum lagi dengan PR yang dibawa pulang, keburu beranak pinak dengan PR yang lain.

Kembali ke Dinda.


Meski udah deket banget tapi aku belum juga berani bilang kalau aku suka sama dia. Belum pernah nembak cewek jadi masih takut-takut dan ragu-ragu. Ntar kalo ditolak gimana, kalau udah diterima gimana. Tapi bukan cowok namanya kalau tidak bisa melawan rasa takut yang ada didalam dirinya. Akhirnya kuberanikan diri buat bilang ke dia.
Setelah beberapakali gagal bilang gara-gara tiba-tiba gagap setiap kali mau bilang “I love U”, akhirnnya aku pake cara lain. Bilang pake video stop motion yang isinya lyric sama lagunya Endah and Resa When you love some one dengan sedikit ilustrasi tentang aku dan Dinda.
Waktu itu tanggal 12 Februari aku bekerjasama dengan temennya buat membuat sekenario sedemikian rupa sehingga aku bisa nunjukin video yang udah aku buat. Pulang sekolah, dengan modus mau minta ajarin bikin tugas di kantin. Semua berjalan lancer pada awalnya. Dateng bertiga sama temennya Dinda, makan dulu, baru bahas tugas, kemudian setelah aku memberikan kode ke temennya dinda dia bakal ninggalin aku sama Dinda.  Sialnya meski udah pake video, masih aja gagap buat ngomong kasih pembukaan. Tanganku gemeteran pas megang hape, tanpa sepatah kata apapun aku langsung putar videonya dan tunjukin ke dia. Rasanya deg-degan banget ketika videonya sudah selesai, dia hanya diam selama beberapa saat, kemudian temennya dateng dan dia pergi begitusaja bahkan tanpa pamit. Digantungin banget. Tapi sebelum dia enyah dari jarak pandangku, tiba-tiba dia telfon dan bilang. “aku terima cintamu, aku mau kok jadi pacar kamu”.

Aku gatau harus bilang apa, tapi kata itu terasa ajaib bagiku, membuat waktu berjalan lambat. Aku tiba-tiba seperti berada di dalam game prince of Persia the two thrones kemudian  menggunakan sand of time untuk memperlambat gerak waktu. Cinta telah membuatku berhalusinasi seperti pecandu yang sedang terbang tinggi-tinggi.

Kenangan SMA – Tahun Pertama (Pendek Bikin Salah Fokus)


 Baru tau rasanya kangen pas SMA ketika udah kuliah, semester-semester awal masih waktu susah move on dari SMA, tahun pertengahan sudah mulai terbiasa dengan suasana kampus dan sudah mulai bisa moveon dengan kenangan SMA, semester tua udah bodo amat sama kenangan SMA yang penting wisuda. Ha.ha

Ceritanya lagi gabut terus beres beres kamar, ga sengaja nemu barang-barang yang mengingatkan kenangan diwaktu SMA. Sebenernya kalo menurutku masa SMA itu nggak terlalu berkesan, tapi berhubung udah lama ga ke SMA dan udah lama nggak ketemu spesies yang juga berasal dari SMA yang sama jadinya kangen aja.


Tahun pertama di SMA

Namanya juga baru masuk, masih polos-polosnya nggak tau banyak hal tentang SMA, Cuma tau dateng ke sekolah pagi-pagi abis itu pulang gitu aja. Minggu-minggu pertama masuk SMA rasanya langsung bosen dengan aktifitas yang monoton gitu-gitu aja, biar nggak bosen iseng-iseng aja ikut Ekskul, dan ternyata tetep aja bosen.

Untuk menghilangkan kebosanan dengan keseharian yang gitu-gitu aja, aku mengeksplor apapun yang bisa menambah semangat ketika berangkat ke sekolah. Sampe kepikiran, cari pacar aja kayaknya seru. Dan ternyata banyak juga yang berfikiran sama buat nyari pacar, katanya sih buat nambah semangat dateng ke sekolah. Namanya juga anak SMA, baru aja gede, baru merasakan namanya cinta-cintaan, makannya pacaran aja kerjaannya.

Dilema dibalik 145 cm.

Jujur waktu kelas 1 aku paling minder kalo deketin lawan jenis, bukan karena jelek, tapi lebih karena tinggi badanku yang dibawah kata ideal. Waktu itu tinggi badanku hanya 145 cm, sama tongkat pramuka aja tinggian tongkatnya, apalagi sama cewek-cewek seangkatanku. Tingginya berkisar antara 150 an- 170 an. Dengan tinggi badan segitu aku bisa dibilang manusia terpendek di sekolah,lebih pendek daripada cewek terpendek di angkatanku. Dengan tinggi badan yang segitu aku merasa agak nggak enak ketika berdiri dan ngobrol dengan cewek yang tingginya 160 keatas.
Pas kelas 1 aku ikut ekstrakulikuler pramuka, pas perekrutan anggota baru ada sesi evaluasi. Di sesi itu kami disuruh baris terus dibentak-bentakan oleh kakak kelas, karena aku paling pendek jadi aku paling depan, paling banyak nerima hujan local. Waktu itu ada kakak kelas cewek yang lagi marah marah tepat di depanku, jaraknya sangat dekat sampe bisa merasakan hembusan nafasnya dan dapet cipratan ludahnya. Pas dimarahin aku sengaja nunduk, soalnya posisinya nggak enak. Kalo tetap tegap menjaga pandangan kedepan, pemandangannya agak nggak enak. Soalnya mukaku setinggi dadanya. Kalo mau liat kea rah mukanya agak nggak enak juga harus mengangkat kepala, ntar dikira nantangin lagi.

Gara-gara tetep nunduk alhasil aku kena marah lagi, mau nggak mau paksain pandangan lurus kedepan dan harus menjaga godaan iman. Posisi udah bener tuh, eh ada kakak kelas cowok yang liatin terus dia dateng ke arahku sambil bilang.
“Woi, kalo di ajak ngomong liat matanya, bukan Tet*knya, dasar otak mesum!”

Kakak kelas cewek yang tadi marah-marah didepanku langsung diem dan meringis-meringis.
Suruh liat matanya, yaudah aku turutin kuangkat kepalaku biar keliatan matanya dia, gara-gara-gara dia tinggii, (tingginya sekitar 165 cm) kesannya aku seperti nantangin. Dan si kakak kelas cowok tadi bilang lagi.

“liatinnya biasa aja, dagunya nggak usah diangkat, kamu nantangin?”

ini fotonya pas di evaluasi, suruh tutup mata gara-gara salah fokus. panah merah itu saya, pelakunya tepat didepannya, yang angkat jari, sama yang dibelakangnya. maaf kalo disensor, mukanya nggak layak dimuat he.he

Terus rame deh, yang lain pada dateng dan aku dipisahkan dari barisan. Dikerumuni kakak kakak yang lagi kesetanan. Udah dikatain abis abisan, mulai dari otak mesum, nantangin, sampe dikatain preman. Tapi aku tetep diem aja sampe akhirnya mereka lelah berbicara, ada yang suaranya abis, ada yang emosi dan ada juga yang udah lelah dengan diamku. Ketika mereka udah puas bentak-bentak akhirnya mereka memberikanku kesempatan untuk berbicara, kujelaskan kenapa sikapku seperti itu.

Kakaknya : “kalo emang preman, ayo ngomong”
Aku : “kenapa daritadi saya nunduk aja pas di evaluasi, karena mbak itu marah-marahnya tepat didepan saya, mau jaga biar pandangan tetap kedepan takut dikira liatin yang lain, dan ternyata benar, mas X tadi ngatain saya otak mesum. Terus kalo pas di ajak bicara liat matanya dikira nantangin. Bukan maksud angkat dagu buat nantangin, Mas nya tinggi dan saya kurcaci.”

Mereka semua tertawa geli.

Ceritanya masih akan berlanjut, tunggu aja.

Konsekuensi Dari Setiap Keputusan (Petualangan) - Pendakian Merbabu part-2

Mata tak kunjung terpejam, malam ini terlalu dingin. Meski sudah terhalang oleh lebatnya pohon edelweiss tapi angina tetap saja masuk. Setelah dicek ternyata resleting pintu jebol, menganga membiarkan angina masuk begitu saja tanpa permisi. Pantas saja dingin terasa menusuk hingga ke sum-sum padahal sudah pake sleeping bag dan jaket yang tebal. Aku dan Iqbal berusaha memperbaiki resleting agar bisa di tutup kembali, namun usaha kami sia-sia. Dingin membuat jari mati rasa dan tak dapat bekerja secara maksimal. Di tengah kebuntuan harus dengan cara apa mengatasi masalah ini, teringat bahwa aku membawa peniti.

Meski pada awalnya benda ini tampak tak begitu berguna, namun pada kondisi seperti ini penting fungsinya. Kami menutup pintu tenda dengan peniti untuk sementara, setidaknya untuk sepanjang malam ini atau setidaknya sampai badai mulai mereda. It works, meski tak tertutup secara sempurnya, dengan peniti itu dapat menghalangi agar angin tidak masuk seenaknya.Kembali masuk ke sleeping bag dan menikmati badai dari dalam tenda.

Malam semakin larut, badai semakin menderu deru. Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak-teriak dibalik suara hembusan angin yang membawa kabut. Aku kira sesuatu yang buruk telah terjadi, pohon tumbang menimpa tenda, tenda terbang atau entah yang lain mungkin saja telah terjadi. Ku dengarkan dulu percakapan mereka untuk mengetahui apa yang terjadi, karena untuk membuka pintu agak susah.Entah aku tak terlalu mengerti apa yang mereka katakana tetapi aku sedikit mengerti tentang maksud yang mereka katakan.

Di tengah badai itu ada sekelompok pendaki yang baru tiba, mereka berencana mendirikan tenda ditempat ini, tapi sayang sudah penuh sehingga mereka berdebat untuk melanjutkan perjalanan atau memaksakan mendirikan tenda. Dari percakapan itu ada salah seorang yang sudah kecapekan, tapi ada salah seorang yang tetep ingin menlanjutkan pendakian, cari tempat yang lebih luas. Akhirnya ada yang mulai emosi, kemudian ada orang lain yang datang melerai, dan suasana kembali hening. Akhirnya mareka mendirikan tenda di celah-celah semak dan edelweiss tepat di sebelah tenda kami.
Gara gara perdebatan mereka mataku susah kembali terpejam, aku jadi berusaha mengintrospeksi diri. Semoga nanti secapek-capeknya tubuh ini tetap bisa mengendalikan diri, menahan ego untuk kepentingan bersama. Teringat pepatah yang pernah kudapatkan dulu ketika pengen jadi mapala.

"If you want go fast go alone, if you want go far, go together”

Maknanya dalam, kalo pengen perggi cepat pergi sendiri, kalo pengen pergi jauh pergi bareng-bareng. Karena bareng bareng bakal ada yang saling menguatkan. Kalo pergi sendiri bisa pergi kapan saja semaumu, tapi itu takkan jauh. Tak ada yang menguatkan, taka da yang bisa jadi tempat berbagi dengan yang se rasa se penanggungan.
Gara-gara naik gunungnya sama anak fisika, jadi keinget rumus fisika ini
P = F/A
P = tekanan, gaya yang bekerja pada tiap satuan luas, namun kali ini di modifikasi jagi gaya yang bekerja pada setiap satuan orang.
F = Gaya
A = luas penampang, namun kali ini dimodifikasi jadi banyaknya orang.
Dari rumus itu tekanan akan semakin kecil apabila banyak orang yang merasakan gaya yang bekerja, susah senang dirasakan bersama. Kalo ada yang susah yang lain harus saling membantu, biar dia tidak menderita dan mati sendirian. Rumus itu, rumus modifikasi yang diajarkan dulu pas pengen jadi anak mapala.
Angin dingin yang membawa kabut ternyata juga membawa rasa kantuk, dan perlahan mata terpejam.

Selamat pagi merbabu,

Alarm membangunkanku, bukan alarmku tapi alarm teman setenda. Ini yang kadang bikin kesel, alarm siapa yang bunyi yang bangun siapa, yang punya alarm masih tidur dengan pulasnya. Berhubung sudah subuh sholat subuh dulu gan.
Pas keluar tenda buat nyari embun dipake buat wudhu, Wow, cuacanya cerah bung, cahaya jingga terlihat jelas di kaki langit timur sana. Langsung bergegas tunaikan kewajiban untuk menikmati keindahan yang mungkin dicari-cari para pendaki.
Ambil jaket, bangunin yang lain, siapkan kamera, dan selamat menikmati pagi. Pagi ini indah bukan?

Sayangnya keindahan tak berlangsung lama, kabut perlahan turun menghalangi matahari yang ingin membawakan kehangatan bagi kami yang kedinginan. Sang merapi yang begitu gagah tepat berada di belakang kami, sepertinya dia juga kedinginan. Suhu udara waktu itu 15 derajat Celcius, tidak terlalu dingin, tapi angin yang cukup kencang hingga menembus di celah-celah sempit jaket membuat udara terasa begitu dingin.
Pagi-pagi enaknya ngopi-ngopi dulu.
Puas menyapa fajar, sekarang saatnya menikmati birunya api kompor ditambah secangkir kopi panas. Kami masak-masak dulu, baru lanjut ke puncak.

Jalur menuju puncak secara umum mendaki, tapi pada beberapa tempat cukup landai untuk dilalui. Tapi kabut menghalangi pandangan kami sehingga mental tetap terjaga meski ada tanjakan panjang didepan sana.
Dilah- cerah bentar, "cekrek..."

Sesekali cerah, namun lebih sering berkabut. Ketika kabut pergi, pemandangan indah ada di bawah sana, namun tanjakan terjal nan panjang ada di depan sana. Mental naik dan turun pada waktu yang bersamaan.
Meski berkabut, gas gas aja bro. soalnya nggak keliatan depan kondisinya gimana

Selama hampir 3 jam pendakian, akirnya sampai juga di puncak, sempat cerah sebentar namun kabut kembali datang. Tuhan juga tahu kami butuh penawar letih, kabut kembali datang menyadarkan bahwa semua yang ada di dunia ini dikendalikan oleh Tuhan.


Statistik pendakian menuju Puncak dengan menggunakan aplikasu My Tracks. Lama jalan sama istirahatnya sama he.he
Bagan, gambaran kondisi medan yang dilalui (garis ijo) vs kecepatan (garis biru) masih pake My Tracks juga

Dipuncak, cerah, "cekrek"
Berada di tempat tinggi, semakin terasa dekat dengan Tuhan, berhasil menginjakkan kaki di tempat tinggi namun hati perlahan turun di tempat yang rendah. Menerima fakta bahwa manusia itu sangat kecil, karena kecilnya manusia takkan berdaya melawan alam, melawan keagungan Tuhan.
Semakin siang semakin ramai, namun cuaca tak kunjung membaik. Meski ramai kebanyakan di isi oleh manusia batangan, alhasil teman kami yang dari jogja jadi sasaran buat diajak foto.
Puas di puncak, kami memutuskan untuk turun gunung, kembali ke tempat camp. Melewati jalan yang sama ketika naik tadi. Kami bisa turun dengan berlari, tentusaja bagi yang lututnya masih kuat. Kalau nggak kuat awas jebol, bahaya.

Setiap kali melewati turunan curam, kadang merasa, tadi kita lewat sini? Ya, kabut berhasil mengelabui kami. Kadang juga merasa tadi pas naik kita susah-susah kesana, tapi pas turun bisa dengan mudahnya. Mungkin ini adalah setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan, setiap ada tanjakan pasti ada turunan, ada integral ada juga differensial-jadi inget kalkulus.

Sampe di camp, masak-masak dulu, makan siang lalu turun. Jangan harap ada menu rumahan, nasi + mie + sosis cukup menjadi hidangan terakhir di merbabu. Meski sederhana, nikmatnya begitu terasa, disamping karena laper dan nggak ada makanan lain. Mungkin manusia harus menderita dulu buat tahu apa namanya nikmat.Selesai makan, bongkar tenda, packing, dan tidak lupa sampah juga kami bawa, kami kembali ke basecamp.

Pas turun di dekat bukit selo, banyak pemandangan yang tidak enak dipandang buat para jomblo. Disana ketemu sepasang pendaki yang juga baru turun, si cewek kakinya kram, berjalan tertatih tatih sambil ujan-ujanan. Cowoknya jalan duluan didepan, tapi sambil bawain cariernya sih. Tapi tetep aja kasian si mbak-mbak ini, kami berinisiatif buat ngasih ponco cadangan, meski ponco plastic murahan semuga cukup melindungi mbaknya dari dinginnya air hujan. Semoga langgeng ya mbak, nggak Cuma naik gunung bareng, naik pelaminan juga bareng.

Kami terus jalan, ketemu lagi sama pasangan yang sama menyedihkannya seperti tadi, kali ini lebih parah. Tadinya jalan bareng, payungan bareng, ujan-ujanan bareng, romantisnya. Tapi begitu hujan tambah deras, masnya jalan duluan mbaknya ditinggalin di belakang ujan-ujanan, nggak pake sandal, sambal nenteng sepatu hak tinggi (aku menyebutnya sepatu kuda). Pengennya minjemin sandal ke mbaknya, tapi sayang kami nggak bawa sandal, nemenin jalan bareng nggak apa mbak ya..

Jomblo jangan baper


Adzan asar baru saja selesai berkumandang setibanya kami di basecamp. Kami ngeteh-ngeteh dulu, sama mandi dulu. Aku duduk di depan tungku sambil menikmati the panas, bareng sama pendaki dari Ungaran. Kebeneran, tempat mereka searah dengan jalan pulang kami. Setelah trauma dengan jalan yang kami lewati kesini kami meminta rekomendasi jalan kearah Semarang, mereka merekomendasikan lewat Ampel Boyolali, atau Kota boyolali. Kalau lebih cepet lewat Ampel, tapi jalannya agak rusak, akupun sedikit tau jalan ini, karena berdekatan dengan lokasi pemetaanku di semester ini. Setelah semua beres, kampi pamitan pulang dan langsung berpencar menuju kota masing masing. Aku dan Iqbal ke Tembalang, Dilah dan Tris kembali ke Pogung.

Perjalanan pulang,

Perbaikan janan di Boyolali cukup membuat waktu perjalanan menjadi lebih lama, ditambah dengan kondisi jalan yang berlumpur karena hujan, antrian kendaraan yang panjang, karena hanya satu lajur yang bisa dilewati, kami harus bersabar ditengah hujan deras ini. Entah di saat seperti ini ada saja pikiran melintas, barusaja teringat ada tugas kuliah yang harus dikumpul besok, dan kami belum ngerjain sama sekali, ada ujian juga besok pagi. Oh sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang.

Hujan masih saja deras, dan malam semakin gulita. Derasnya hujan mengurangi jarak pandang dengan sangat drastis,  aku tidak bisa membedakan lubang jalan dan genangan, jalan lurus atau belok. Benar-benar samasekali tanpa penerangan. Demi keselamatan, kami memutuskan untuk istirahat sejenak sambil makan malam. Untuk menjaga konsentrasi juga menghalau angin tidak bersarang di pencernaan.

Hujan belum juga reda, makanan dan kopi kami sudah tandas semua, menunggu hujan reda sama saja menunggu ketidak pastian, sedangkan masih ada pekerjaan menunggu dikosan. Setelah banyak pertimbangan akhirnya kami menerobos lebatnya hujan dan gelapnya malam.

Memikirkan tugas yang sudah menunggu dikosan membuatku semakin ceroboh, tetap memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi meski tak tau kondisi jalan yang dilalui. Lubang jalan dan genangan air tak ada bedanya, sampai kecerobohan ini nyaris membawa petaka.ban motorku terperosok lubang yang dalam, membuat Iqbal dibelakang terpental dan nyaris terjatuh, sedangkan tepat dibelakang ada truk pembawa pasir dengan jarak yang tak terlalu jauh. Suara klakson terdengar keras sebagai peringatan akan terjadi tabrakan, tapi untung kami langsung bisa mendapatkan keseimbangan dan terhindar dari kecelakaan. Dari hal ini kami semakin sadar, pemahaman medan selama perjalanan itu sangat penting. Demi keselamatan karena kami tak hafal medan, kami memilih membuntuti truk, sepertinya mereka juga menuju Semarang.

Setelah berjalan dibawah ketidaktahuan akhirnya kami menemukan peradaban, jalanan ini berujung di jalan raya Salatiga-Boyolali. Aku hafal jalan ini dan mulai percaya diri untuk memacu motor di kecepatan tinggi, sedikit ugal-ugalan dijalan berakibat kami kejar-kejaran sama mobil mewah yang sama ugal-ugalannya. Aku membencinya karena dia ugal-ugalan, dan sepertinya mereka juga benci kami yang juga ugal-ugalan. Saling balap ini berakhir pada kemacetan, dia terjebak dan semakin tertinggal jauh dibelakang.


22.00 WIB- Tembalang


Alhamdulillah, setelah perjalanan panjang nan menegangkan kami tiba di Tembalang. Meski lelah, malam ini kami harus begadang menyelesaikan kewajiban yang sempat di tinggalkan. Inilah konsekuensi yang harus kami terima.

Jenuh kuliah - Pendakian Merbabu part 1

Bosen sama rutinitas kuliah yang gitu-gitu aja, ditambah dengan stress harus menyelesaikan tugas kuliah, laporan dan praktikum yang begitu membebani. Disemester ganjil seperti ini kuliah memang terasa cukup berat, buat kamu yang anak teknik pasti tau sendiri gimana “nerakanya” semester ganjil. Buat mengusir kejenuhan kuliah sesekali meluangkan waktu buat refreshing boleh lah. Singkat cerita pas lagi suntuk-suntuknya sama perkuliahan ada yang ngajakin naik gunung. Kebeneran banget lagi butuh refreshing. Langsung aja gass ga pake basabasi.
Awalnya ada 8 orang yang mau ikutan naik gunung, tapi satupersatu berguguran karena alasan ini dan itu. Padahal mereka yang ngajakin dan mereka juga yang milih tanggal. Bilang ja ga niat dari awal gausah PHP-in. Tapi meski rencana mau naik gunung hampir jadi wacana tapi akhirnya tetep jadi juga. Tinggal tersisa 2 orang, 2 dari Semarang dan sisanya dari Jogja. Dengan jumlah cowok dan cewek yang seimbang, Semoga nggak terlalu repot nantinya, ngajakin cewk buat naik gunung itu kadang memang menjadi penyemangat dan kadang juga menjadi beban.
Dua orang yang dari Jogja itu semuanya cewek, yang satu temen SMa yang satunya entah siapa. Dua orang yang dari semarang itu aku sendiri dan temen sejurusanku. Ngomong-ngomong soal jurusan, pendakian kali ini cukup menarik soalnya jurusanku dan jurusan mereka yang dari Jogja merupakan jurusan yang saling berhubungan. Seperti kakak adik gitu mungkin. Aku dari geologi dan mereka dari geofisika.
Sebelum melakukan pendakian, seperti biasa persiapan dulu, mulai dari logistik, pakaian ganti, jaket, ponco cadangan, camping set, sampe P3K. nggak lupa juga cek ramalan cuaca pas hari H pendakian, untuk mengecek ramalan cuaca ini sekarang gampang kok cukup liat di website aja, tentukan hari dan lokasi, kalo mau detail cek juga ramalan tiap jamnya. Dari website freemeteo ternyata pas hari H cuacanya kurang bersahabat untuk pendakian, hujan sepanjang hari. Tapi apa boleh buat udah terlanjur buat janji ya lanjut aja. Meski beresiko, untuk antisipasi, persiapan yang mendetail wajib dilakukan demi kelancaran pendakian.
Hujan buatku nggak terlalu masalah buat pendakian selama sudah mengantisipasinya dengan baik, dengan ramalan cuaca seperti itu semuanya dipersiapkan dengan detail dan mungkin sedikit berlebihan. Sampe barang sekecil peniti pun dibawa. Namanya juga jaga-jaga buat keamanan dan kenyamanan selama pendakian. Bungkus barang bawaan dengan kantong tahan air juga penting, biar nggak sia-sia udah bawa bawaan banyak tapi nggak berguna. Rasanya agak berlebihan memang, tapi itu semua biar nggak kedinginan nanti pas diatas.
Hari H, dari semarang sengaja berangkat pagi biar nggak keujanan, soalnya berdasarkan ramalan cuaca, jam 10-11 disana sudah hujan. Dan ternyata ramalannya bener, Jam 10 baru masuk wilayah Kabupaten Boyolali, langit sudah mendung. Biar pas nyampe basecamp nggak keujanan, kami putuskan untuk mencari jalur tersingkat menggunakan Google Maps.
Kamipun berhasil menemukan rute tersingkat menuju Selo, basecamp pendakian yang kami pilih. Tapi ternyata menggunakan google maps bukan pilihan yang bijak. Rute yang kami lewati sangat asing, masuk perkampungan, leat bukit-bukit yang naik turun ditambah jalan yang seperti sungai surut. Kamipun menyesal sudah percaya begitusaja dengan Google Maps, jika diukur jaraknya secara geografis memang terlihat jauh lebih singkat daripada harus lewat Ampel ataupun lewat Kota Boyolali.
Saran, jangan percaya begitu saja dengan kemudahan Google maps, Google Maps yanya mengetahui rute tersingkat tapi tidak mengetahui bagaimana kondisi medan, estimasi waktu yang diperkirakan juga hanya estimasi tanpa memperhatikan parameter kemacetan, kondisi jalan, dan ramainya laluintas.
Rintangan tak hanya sebatas itu, motorku juga mengalami sedikit trouble, setelan suspense belakang yang di setting untuk satu orang atau dua orang tanpa beban tambahan ( terlalu empuk) mengakibatkan ban belakang beradu dengan bodi motor. Melewati medan berbatu seperti itu dan setelan suspense yang empuk sudah mutlak arm belakang motor bakal berayun bebas sampai keluar orbitnya. Sebagi pencegahan untuk dampak yang lebih fatal terpaksa beban belakang dikurangi (yang bonceng turun, jalan kaki) sambal cari rute yang mungkin lebih baik dengan nanya-nanya ke warga local. Tapi sialnya rute ini hanya satu-satunya, kalau mau yang lebih baik harus putar balik. Yang sedikit melegakan, sebentar lagi jalannya udah bagus didepan. Cukup melegakan, tapi medan semakin berat. Berhubung sudah terlanjur mau gimana lagi tetep lanjut, mutar balik juga bukan pilihan yang baik.
Setelah melakukan perjalanan dengan jarak singkat namun terasa sangat jauh akhirnya kami tiba di Selo.   Sebelum ke basecamp kita janjian dulu di sebuah masjid di samping polsek Selo, sengaja janjian di tempat ini biar nggak ribet, biar kalo ada logistic yang kurang bisa di beli di pasar atau toko dulu. Pas nyampe di lokasi janjian trnyata mereka udah nyampe duluan, wajar memang secara Jogja - Selo lebih deket dan lebih mudah di akses daripada Semarang Selo.
Abis sholat dzuhur kami langsung menuju ke basecamp pendakian, ternyata Selo ada jalur baru, setelah berdiskusi sebentar kami memutuskan untuk mencoba jalur baru. Karena jalur lama cukup membosankan untukku. Lokasi basecamp baru dan basecamp lama tidak terlalu jauh. Jalur basecamp ini sebenarnya searah dengan jalur ke bukit Selo. Setelah registrasi, sedikit pemanasan dan berdoa kami langsung gass aja.
Kalo dari tracknya sebenernya nggak terlalu beda jauh dengan track selo yang jalur lama, tapi katanya disini lebi singkat. Awal traking disuguhi oleh pemandangan lembah merapi merbabu yang cukup indah, kanan kirinya pperkebunan tembakau, dari sini kecamatan selo terlihat dengan jelas. Sedikit berbeda dengan jalur lama yang baru masuk langsung disuguhi hutan pinus. Kalo disuruh milih aku lebih suka trak yang hutan pinus soalnya lebih adem dan menenangkan.
Pas kami kesana kebeneran pas ada acara gasstrak nasional jadi gak ramai degan motor-motor cross yang bikin ngiri. Kami juga harus menepi ketika para crosser melintas, cukup merepotkan memang tapi taka pa demi kenyamanan bersama.
Dari basecamp tracknya naik-naik terus, kondisi jalan juga berubah dari jalan beton menjadi jalan tanah. Kabut mulai turun ketika baru sampe di Bukit Selo, turunyya kabut biasanya pertanda akan hujan. Berhubung belum hujan jadi tetep lanjut. Hujan tiba tiba datang dengan deras setelah beberapa meter memasuki hutan pinus. Ramalan cuacanya tepat, di atas jam 12, Selo akan diguyur hujan. Tidak masalah dengan hujan, aku sudah mempersiapkan diri ketika menghadapinya.
Aku dan temenku dari semarang tidak terlalu kwalahan dengan datangnya hujan. Tapi temen baru yang barusaja kami kenal cukup kwalahan menghadapi hujan, maklum ini mungkin pendakian pertamanya. Dia salah bawa ponco, yang dia bawa ponco motor model baju, memang akan melindungi diri dari hujan, tapi bagaimana dengan barang bawaan. Cover bag takkan cukup melindungi barang bawaan. Untung saja aku bawa ponco cadangan buat melindungi carier yang dia bawa. Problem solved.
Karena hujan trlalu deras kami memutuskan untuk intirahat dulu, sambil menunggu hujan agak reda. Kami membuat bifak darurat menggunakan ponco, sambal menikmai biscuit dan memper akrab suasana. Daritadi jalan dan sedikit ngobrol-ngobrol sebenernya kami belum terlalu kenal dengan anggota baru ini.
Oh ya belum dikenalin, temenku yang dari Semarang namanya Iqbal, meski badannya kecil tapi ototnya otot kuli. Kalo dikasih barang bawaan yang berlebih nggak masalah buat dia ha.ha
Temen SMA ku yang dari Jogja namanya Dilah, meski badannya kecil tapi otaknya besar.
Temennya Dilah namanya Tris, meski baru pertama muncak bareng tapi sepertinya dia cukup tangguh.
kiri ke kanan. Dilah, Iqbal, Tris


Hujan agak mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui semakin berat, jalan tanah berpasir, kadang berlumpur, sering juga harus merangkak melewati tanjakan-tanjakan curam yang licin terkena air. Rasanya kaki semakin berat untuk melangkah, beban yang dibawa dipindak juga terasa semakin berat. Namun ternyata si Tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan. Si Dilah yang dulu pas naik Sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat waktu itu, berkali kali minta istirahat. Begitupun aku, gara-gara udah jarang olahraga fisik jadi semakin lemah.

Iqbal : gass gan...

Oh ya belum dikenalin, temenku yang dari semarang namanya Iqbal, temen SMA ku yang dari jogja namanya dilah dan temennya namanya tris. Aku Iqbal dan dilah sebenernya pernah mendaki bareng dan sudah saling kenal. Tapi buat tris karena dia orang baru kalo ngobrol kadang kurang nyambung.
Hujan agak mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan.medan yang dilalui semakin berat, jalan tanah yang naik cukup berat untuk dilewati dengan membawa beban berat. Namun ternyata si tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan. Si dilah yang dulu pas daki sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat waktu itu, berkali kali minta istirahat. Ya nggak apa sih daripada dipaksakan nanti malah merepotkan.
Hujan terus menemani sampai lokasi camp yang berada di padang edelweiss sebelum watuprau. Lokasi camp ini pemandangannya cukup bagus dan ideal. Soalnya pohon edelweisnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rapat. Sehingga kami bisa mendirikan tenda di sela-sela pepohonan untuk berlindung dari angin gunung yang dingin.selesai bangun tenda hujan reda, menyisakan kabut tipis nan lembut. Meski dingin tapi senja di tempai ini tak boleh dilewatkan begitu saja. 


Senja di kala itu
Tenda kami, dibawah naungan Bunga Abadi
Si Edelweiss yang mempesona, istimewa namun tidak boleh memetiknya
Tracklog nya
Statistik pendakian, maapkeun jalan sama berhenti lama berhentinya

Untuk cerita selanjutnya nanti lanjut di part 2, udah hampir jam 1 malem mau bobo dulu. 
Perdebatan Logika dan Hati

Perdebatan Logika dan Hati

Punya banyak teman itu kadang menyenangkan, tapi dari sebagian banyak teman yang dimiliki hanya sebagian saja yang bisa di sebut benar benar teman. Sejenis sahaba, begitulah mereka bilang. Secara alamiah melalui perjalanan hidupnya akan secara otomatis akan terseleksi dan terpilihlah teman yang layak dipertahankan dan diperjuangkan. Intinya orang mempunyai kemampuan untuk mengontrol siapa yang layak jadi temannya dan siapa yang tidak layak. Tapi bagaimana dengan teman dan cinta?
Secara alami cinta datang mengalir begitusaja, tanpa dipaksa, dan juga tanpa bisa memilih termasuk mencintai sahabatmu sendiri. Mungkin ini yang seringkali menjadi dilemma dalam persahabatan lawan jenis. Kurasa bukan hanya aku yang terjebak dalam hubungan yang menyebalkan seperti ini. Apakah kamu juga? Jika iya, tau sendiri kan betapa tidak enaknya terjebak dalam hubungan semacam ini. Jika tidak bisa menahan diri dan melakukan kecerobohan, orang yang tadinya sangat akrab bisa jadi saling asing, seolah tak mengenal. Itulah resiko terburuk yang harus diterima jika tetap nekat mengikuti kata hati tanpa strategi yang pasti. Tapi, meski seperti itu ada sisi baik yang bisa diharapkan. Bisajadi pasangan yang berawal dari hubungan persahabatan berujung ke pelaminan.
Indah bukan? Tapi jika kamu benar benar menjadi tokoh utama dalam kisahnya keindahan itu berat pengorbanannya. Yang pasti dikorbankan adalah perasaanmu, harus kuat-kuat menahan diri dan mengikuti logika, menimbang resiko yang harus diterima. Meski sebenarnya terlalu mendengarkan logika itu menyiksa hati, aka nada saatnya suatu hari nanti hati yang akan berbicara. Simpan saja rasa itu jika memang belum mampu untuk membuktikannya, ya, membuktikan bukan mengatakan.
Ada yang lebih menyedihkan daripada sekedar memendam rasa, itu ketika ternyata temen sepermainanmu juga suka sama sahabatmu. Dimanakah posisimu harus berada? Jika aku lebih memilih untuk menyembunyikan rasa itu, bersikap biasa saja dengan sahabatku ataupun temanku itu. Nggak enak memang rasanya hidup dengan topeng, tapi menurutku itu jalan yang terbaik jika memang sahabatku itu adalah jodohku, aku tak perlu khawatir kehilangan dia.
Berat memang harus mendamaikan logika dan hati. Logikaku berkata. “Simpan saja rasamu itu, nyari Sahabat itu jauh lebih susah daripada sekedar cari pacar”.
Hatiku berkata “please, ungkapkan saja aku tak tahan harus memendamnya lebih lama lagi”.
“jangan bodoh, menemukan orang yang mau terus bersamamu tanpa alasan itu susah”
“hei logika, kamu tak pernah tau betapa menyakitkannya diposisi seperti ini”
“jangan ikuti katahatimu itu, jika kamu mengungkannya terus apa yang akan kamu lakukan setelah itu?”
“Aku tak tau”
“itulah betapa bodohnya kamu wahai hati, bertinda tanpa rencana yang pasti. Dia pasti akan memilih orang yang memberikan kepastian, bukan hanya sekedar harapan!”
“mungkin sebaiknya seperti itu, tak apa aku menahan pedih ini untuk sementara untuk bahagia yang lebih lama”
Dan akhirnya logikaku memenangkan perdebatan itu. Jadi teringat kata bijak dari Dua Dunia episode 7 September 2012. “Wahai saudaraku, kekuatanmu bukanlah untuk mengalahkan musuhmu (dalam hal ini temen ku yang juga suka sama si Dia), tapi untuk mengalahkan musuh yang ada di dalam hatimu”.

“akal adalah tempat berfikir, tapi kelemahan akal tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk hatilah yang dapat membedakannya”
IBU

IBU


Dear my mom
Ibu terimakasih atas semua doa yang kau panjatkan untukku
Terimakasih sudah meneteskan air mata untukku
Terimakasih sudah merawatku membesarkanku sampai sejauh ini
Ibu
Maafkanlah anakmu ini yang meninggalkanmu ke perantauan
Demi mewujudkan impian impianku
Di antara semua impian itu, impian terbesarku adalah membahagiakanmu Ibu
Kadang aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri
Padahal engkau di rumah sangat merindukanku hingga engkau menelfonku
Maafkan anakmu ini yang telah di butakan oleh perantauan
Mengabaikan telfonmu bahkan tak membalas pesan untukmu
Aku ingin segera pulang Ibu
Akan segera ku selesaikan urusanku disini secepatnya
Sehingga aku bisa menemuimu
Mengobati rasa rinduku dan rindumu yang selama ini di pendam

Ibu adalah orang yang pasti merindukan kita di saat perantauan, mungkin juga orang yang paling kita rindukan saat di perantauan. Di perantauan kita bisa mendapatkan orang yang menjadi pengganti sahabat atau teman-teman yang kita tinggalkan. Tapi di perantauan kita tidak pernah mendapatkan orang yang benar-benar bisa mengganti kasih sayang ibu. Meskipun di perantauan kita bisa menemukan sosok ibu-ibu kos yang seperti ibu.
Tapi meski dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh, rumah dan perantauan. Kasih sayang ibu tak pernah putus. Memang tidak bisa kita lihat secara langsung dan kita rasakan langsung. Dalam doanya ibu pasti menyebut nama anaknya di perantauan. Tidak perlu lagi di ragukan kemujaraban doa ibu, Tuhan pasti mendengarnya. Tidak perlu lagi di ragukan lagi ketulusan doa ibu, air matanya pasti menetes saat mendoakan kebahagiaan anaknya. Mungkin kita memang tak pernah mendengar doa ibu sebagai bentuk kasih sayang ke anaknya. Tapi aku yakin jika aku mendengar rintihan doa yang dipanjatkan untukNya aku juga pasti akan menangis.
Jika ditanya siapa orang yang paling sering menanyakan kabar kita di perantauan, pasti ibu ada di nama teratas yang paling sering menanyakan kabar dan mengkhawatirkan keadaan kita. Tapi kadang ketika dia menelfon, kita tak langsung menanggapinya sperti ketika dosen menelfon. Malah justru kadang mengabaikannya. Tapi ibu tak pernah lelah untuk menelfon dan menanyakan kabar.
Jika kita sakit di perantauan, orang yang paling khawatir adalah ibu. Jika kita sedih karena kegagalan kita, ibu lebih sedih karena melihat anaknya gagal. Jika kita bahagia karena keberhasilan kita, ibu juga akan lebih bahagia karena melihat anaknya bahagia. Aku pernah mendengar dari kata ibuku sendiri ketika aku sakit di perantauan. Ketika aku sedang terbaring lemah dan memejamkan mata, ibuku dengan halus berkata : “ Nak, kenapa Tuhan memberimu cobaan yang bertubi-tubi seperti ini, ibu sangat sedih melihatmu sedih, jika saja cobaan itu bisa di pindahkan. Ibu siap menanggung penderitaan dari cobaan yang sedang kamu alami.” Air matanya mengucur deras membasagi tanganku yang di genggamnya. Air matanya langsung memancing air mataku keluar. Hanya itu yang bisa aku berikan sebagai jawaban bahwa aku juga mencintainya. Jika saja tanganku dapat di gerakkan, ingin aku hapus air mata di pipi ibuku, tapi malah justru dia yang menghapus air mata yang mengalir dari pipiku. Entah apa yang ada di dalam hati ibuku sehingga dia tetap menyayangiku meski seringkali aku membuatnya kecewa karena kelakuanku. Aku rasa aku takkan pernah menemukan orang yang bisa mencintaiku setulus ibuku. Dia adalah salah satu manusia yang paling berharga yang telah Tuhan ciptakan di dunia ini.
Kejadian itu membuatku tersadar akan kelakuanku yang buruk pada ibuku. Aku jarang menelfon dia, seringkali mengabaikan telfonnya dan jarang memberi kabar sampai dia menanyakan kabarku. Meski sebenarnya ibuku di rumah sangat cerewet, tapi kecerewetan ibuku itu yang membuatku rindu rumah. Meski dia tak pernah berhenti ngomel-ngomel dirumah, tapi omelan ibuku itu sangat aku rindukan ketika di perantauan.
Ibu, terimakasih engkau telah melahirkanku ke dunia ini
Membuatku bisa melihat dunia dan menjelajahinya
Ada doaku dalam setiap langkahmu
Aku akan baik-baik saja disini
Jangan terlalu mengkhawatirkanku
Engkaulah yang telah mengajarkanku untuk mandiri

Bekal itu sudah sangat cukup untukku disini